Selasa, 28 Juli 2009

melindungi industri

Melindungi Industri dari Krisis

Pengetatan impor juga dilakukan negara lain.Krisis keuangan yang episentrumnya di Amerika Serikat (AS) berdampak pada turunnya daya beli warganya. Bagi sebagian negara, penurunan daya beli warga AS merupakan masalah besar. Sebab, AS lah negara tujuan utama ekspor mereka, baik berupa produk pangan, sandang, maupun papan.Tak terkecuali, industri di Tanah Air merasakan imbas turunnya daya beli warga AS. Di antara yang terpengaruh adalah industri tekstil dan produk tekstil (TPT), furnitur, dan alas kaki. Bahkan, ketiga industri itu sudah memakan korban: pekerja dirumahkan dan dilakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).Diperkirakan, jumlah pekerja yang di-PHK bakal bertambah pada 2009. Karena diprediksi, yang terkena dampak tidak langsung penurunan daya beli warga AS juga merembet ke industri otomotif, komponen, dan aksesoris otomotif. Namun, Indonesia tidak sendirian. Negara eksportir lainnya, seperti Cina bakal mengalami hal serupa.Karena itu tidak heran jika hampir semua negara eksportir yang menjadikan AS sebagai tujuan utama, kini mulai beralih. Mereka berupaya mencari celah dengan melakukan ekspansi pasar. Hal yang juga telah dipikirkan oleh Cina.Dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa, Indonesia dianggap Cina sebagai pasar potensial. Meskipun, tanpa ekspansi, produk Cina telah membanjiri Tanah Air.Jika biasanya pemerintah tidak begitu memperhatikan membanjirnya berbagai jenis produk ilegal asal Cina, tidak untuk krisis keuangan kali ini. Menteri Perdagangan, Mari Elka Pangestu, mengeluarkan Permendag Nomor 44 Tahun 2008 terkait pembatasan lima pelabuhan sebagai pintu masuk lima jenis produk yang kerap masuk secara ilegal.Pengusaha menyambut baik Permendag yang rencana awalnya berlaku efektif mulai 15 Desember 2008, yang kemudian diundur menjadi Februari 2009 karena perlu revisi. Namun, kabar terakhir Permendag ini bakal dipercepat menjadi 1 Januari 2009.Upaya pembatasan impor ilegal, disambut positif Presiden Direktur PT Zyrexcindo Mandiri Buana, Timoty Siddik. Pengetatan itu dinilai sebagai upaya melindungi industri nasional agar tidak memperburuk PHK. ''Saya tidak tahu berapa besar produk elektronik ilegal yang digagalkan masuk ke Indonesia. Saya berharap bisa banyak, karena itu sangat membantu kita terutama dalam situasi krisis ini,'' ujarnya.Permendag itu, kata Dirjen Perdagangan Luar Negeri Departemen Perdagangan, Diah Maulida, tidak bermaksud membatasi masuknya produk impor. Melalui Permendag tersebut, pemerintah akan mendata importir yang telah mendapat izin, berapa volume impornya, jenis produknya, sehingga semua terkontrol. ''Tidak ada pembatasan, kami hanya mendata saja. Kalau sudah terdata dengan baik, bebas, silakan impor berapa saja,'' jelasnya.Pemerintah memang punya alasan kuat mengetatkan impor produk: membuat produk nasional dapat terserap pasar lebih banyak supaya tetap beroperasi. Sejalan dengan itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah memerintahkan secara lisan agar menggunakan produk dalam negeri.Sekjen Departemen Perindustrian, Agus Tjahajana, mengatakan, dalam waktu dekat akan keluar Permenperin terkait pedoman bahan-bahan produksi dalam negeri apa saja yang harus digunakan instansi pemerintah dan BUMN.Risiko terkena sanksiTak berhenti dengan pengetatan impor dan mewajibkan penggunaan produk dalam negeri, pemerintah juga melanjutkan pemberian insentif fiskal, baik berupa bea masuk ditanggung pemerintah (BMDTP) maupun pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPNDTP) kepada industri yang dianggap perlu dan signifikan mengurangi PHK. Untuk keperluan itu, disiapkan Rp 10 triliun untuk PPNDTP dan Rp 2,5 triliun untuk BMDTP.Agus mengatakan, industri penerima BMDTP telah ditetapkan, namun penerima PPNDTP masih disusun secara hati-hati. Apa pun, kebijakan itu disambut baik oleh industri lokal di Tanah Air, meski tidak bagi negara-negara Uni Eropa (UE) dan India.Mereka telah melayangkan surat protes ke Depperin. Kebijakan tersebut...

Tidak ada komentar: