Rabu, 29 Juli 2009

masa pemerintahan sby

# Masalah pembangunan ekonomi yang ala kadarnya sangat memperihatinkan karena tidak tampak strategi yang bisa membuat perekonomian Indonesia kembali bergairah. Kesempatan memperlihatkan kesungguhan kebijakan Indonesia yang pro pembangunan ekonomi tidak terlihat dalam pertemuan APEC di Vietnam. Bagaikan monyet ditulup, Indonesia terbengong-bengong melihat kesuksesan kebijakan Vietnam yang sangat menarik perhatian negara-negara seperti AS, Jepang, Korea Selatan, Australia, dll. Pembangunan yang terlihat hanya pada sektor perdagangan dan peningkatan konsumsi masyarakat semakin memperjelas jurang ekonomi antara si kaya dan si miskin. Sementara industri nasional Indonesia bagaikan sekaratul maut menuju jurang kehancuran. Dengan mengandalkan ekspor energi ke negara yang haus energi seperti China, Jepang dan AS tidak akan bertahan lama, lagi pula nilai pertambahan ekonomisnya sangat terbatas. Sungguh setelah bertahun-tahun merdeka, sangat memalukan hanya mengandalkan pada eksploitasi kekayaan alam semata. Kebijakan gas nasional yang lebih tunduk pada kesepakatan ekspor ke Jepang dan China telah membuat industri dalam negeri yang membutuhkan pasokan gas mengalami kesulitan yang luar biasa. Bila memang sangat yakin pada prinsip ekonomi liberal, seharusnya telah diketahui resiko hancurnya industri dalam negeri dan peningkatan jumlah pengangguran sebagai dampak tidak ketidakmampuan bersaing. Jika cepat sadar dan memang memikirkan nasib rakyat, seyogyanya peranan pemerintah ditingkatkan dalam mendorong pembangunan yang lebih terarah. Beberapa peraturan yang mendesak untuk segera diselesaikan misalnya peraturan tentang investasi, ketenagakerjaan, dan perpajakan. Meskipun indikator ekonomi makro Indonesia menunjukkan perbaikan misalnya nilai rupiah dan angka inflasi, namun apalah artinya jika sektor riil tetap terseok-seok dalam kelumpuhan. Bahkan jumlah angka kemiskinan dan pengangguran tetap tinggi (persisnya tidak saya catat...tapi bisa dilihat dari angka-angka di BPS). Sektor perbankan yang miskin kredit dengan posisi lending yang sangat memprihatinkan, hebatnya perbankan nasional tidak mau rugi dengan memanfaatkan jalur Sertifikat BI. Industri pertanian dan manufaktur yang menyerap tenaga kerja bagaikan pesakitan karena belum ada terobosan yang mampu merangsang perubahan.

Tidak ada komentar: